Jakarta (ANTARA News) - Sebagian besar pengguna jaringan Internet di
Indonesia masih menganggap serangan "distributed denial of service"
(DDoS) sebagai hal wajar dan bukan sebagai ancaman.
"Perusahaan atau pemilik situs tidak sadar ketika lalu lintas Internet
mereka penuh atau melonjak drastis tiba-tiba server mati. Lalu
dinyalakan ulang dan itu terus terulang," kata Konsultan Teknis Fortinet
Indonesia, Daniel Aroman Hadi, selepas jumpa pers peluncuran FortiDDoS
di Jakarta, Kamis.
DDoS merupakan salah satu serangan siber yang berupa permintaan akses
terhadap sebuah situs dalam volume besar dan durasi konstan. Serangan
itu menyebabkan kualitas koneksi pengguna Internet situs tertentu akan
menurun atau putus karena jalur Internet atau server aplikasi terlalu
padat.
Daniel mengatakan, jumlah serangan DDoS di Indonesia termasuk dalam
empat terbesar di dunia dengan persentase 8,6 persen dari total serangan
siber.
"Jenis serangan DDoS sendiri ada
tiga lapis, pertama menyerang bandwith, kedua menyerang server, dan
ketiga menyerang aplikasi atau program perambahan," kata Daniel.
Pendeteksian manual terhadap serangan DDoS, menurut Daniel, dapat
diketahui jika lalu-lintas data meningkat hingga 70 persen dan
berlangsung di luar waktu-waktu normal, bahkan 24 jam.
"DDoS tidak hanya berupa pihak luar yang menyerang situs, tapi juga
komputer kita yang menyerang situs lain karena telah terinfeksi trojan,
worm, atau malware," katanya.
Dalam acara hari ini, Fortinet meluncurkan jajaran produk perlindungan
serangan DDoS yaitu FortiDDoS-100A, FortiDDoS-200A, dan FortiDDoS-300A.
sumber
Jujur ane juga kagag mudheng yang ginian gan,
bahaya atau kagagnya juga kagag tau
0 komentar:
Posting Komentar